SELAMAT DATANG DI ALUMNI SMPN 1 KEDUNGADEM

Wednesday, April 28, 2010

Evaluasi Soal UN; Soal Seharusnya untuk Menguji Bukan Mengecoh

Soal-soal ujian nasional perlu dievaluasi secara menyeluruh. Hal ini disebabkan banyaknya siswa yang gagal mendapat nilai minimal untuk pelajaran yang sama. Harus dicari penyebab siswa mendapatkan nilai yang rendah.Demikian harapan guru-guru pengajar mata pelajaran yang diujikan dalam ujian nasional (UN), Selasa (27/4). Jajang Priatna, Ketua Asosiasi Guru Bahasa dan Sastra Indonesia, mengatakan soal-soal UN untuk Bahasa Indonesia dirasakan sulit oleh siswa karena pilihan yang disediakan banyak yang mengecoh. ”Soal-soal Bahasa Indonesia itu menguji siswa, bukan untuk mengecoh. Kenyataannya guru-guru juga banyak yang terkecoh soal,” kata Jajang. Menurut Jajang, soal ujian mestinya jangan bersifat apresiasi karena sangat subyektif. Siswa bisa memberikan jawaban beragam. ”Kritik ini disampaikan untuk perbaikan ke depan,” ujarnya. Dalam UN 2010, sebanyak 72.918 siswa SMA harus mengulang ujian Bahasa Indonesia. Menteri Pendidikan Nasional Mohammad Nuh mengatakan, pihaknya sedang meneliti 50 soal UN Bahasa Indonesia yang menyebabkan siswa banyak yang harus mengulang. Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kemendiknas Mansur Ramli menduga, pelajaran Bahasa Indonesia dipandang remeh oleh siswa sehingga banyak yang harus mengulang.

Terjebak latihan soal

Firman Syah Noor, Ketua Asosiasi Guru Matematika Indonesia, mengatakan, pembelajaran Matematika oleh guru dan siswa di sekolah saat ini terjebak pada pelatihan soal dengan cara menjawab cepat. Padahal, belajar Matematika itu bukan hanya menekankan pada hasil akhir. ”Proses berpikir sistematis, logis, dan terstruktur bisa terbangun dari pelajaran Matematika. Namun, untuk mengejar nilai UN, proses ini terabaikan,” ujarnya. Firman mengatakan, berdasarkan evaluasi sementara, kelompok soal yang diberikan kepada siswa berdasarkan kode, berbeda tingkat kesulitannya. Bisa jadi, siswa yang tak lulus itu mendapat kelompok soal yang sulit. ”Jika dulu, kode berbeda tetapi soal sama, cuma urutan nomornya yang dibedakan,” ujar Firman. Sementara itu, untuk jurusan IPS, paling banyak siswa tak lulus dalam pelajaran Sosiologi, yakni sebanyak 64.903 siswa. Menanggapi ini, Iwan Hermawan, anggota Presidium Asosiasi Pendidik Sosiologi, mengatakan, kenyataan tersebut mesti menjadi evaluasi bagi peningkatan kualifikasi profesional guru Sosiologi. ”Saat ini, banyak guru Sosiologi di SMA bukan berlatar belakang pendidikan Sosiologi sehingga bisa jadi cara penyampaiannya pada siswa kurang tepat,” ujarnya. Secara terpisah, sejumlah sekolah kini mulai bersiap-siap memberikan pelatihan dan pendampingan kepada siswanya yang akan mengikuti UN ulang pada 10-14 Mei mendatang. Di sejumlah kota, seperti Surabaya, Yogyakarta, Bandung, Semarang, dan Magelang, pemberian pelajaran tambahan yang akan mengikuti UN ulang mulai dilaksanakan hari Rabu ini. Ketua Program Studi Bimbingan dan Konseling Program Pascasarjana Universitas Negeri Malang Dany M Handarini mengatakan, selain diberikan pelatihan, siswa yang tak lulus juga harus diberikan motivasi oleh lingkungan terdekatnya. ”Guncangan psikologis jelas terjadi pada anak-anak yang tidak lulus UN, apalagi pada anak-anak yang biasanya berprestasi. Jika lingkungan sekitar tidak memberikan motivasi, anak bisa shock atau mogok,” ujar Dany. (ELN/LUK/EGI/IRE/ANO/RAZ/DIA/ WIE/HAN)

Sumber: Kompas

No comments:

Post a Comment

Followers