SELAMAT DATANG DI ALUMNI SMPN 1 KEDUNGADEM

Thursday, October 28, 2010

Unesa Buka Jurusan Bahasa Mandarin Untuk Jadi Guru

Surabaya (ANTARA News) - Universitas Negeri Surabaya (Unesa) telah membuka Jurusan Pendidikan Bahasa Mandarin guna mencetak guru bahasa asing itu. "Mulai tahun ini, kami sudah menerima mahasiswa baru Jurusan Pendidikan Bahasa Mandarin melalui jalur mandiri," kata Rektor Unesa Prof Muchlas Samani di Surabaya, Rabu. Ia mengemukakan hal itu setelah melantik empat pembantu rektor (PR) yakni Prof Dr Kisyani MHum (PR I/akademik/FBS), Dr Purwohandoko MM (PR II/administrasi/keuangan/kepegawaian/FE), Prof Dr Warsono MS (PR III/kemahasiswaan/FIS), dan Prof Dr Nur Hasan MKes (PR IV/kerja sama/FIK). "China itu sudah menjadi raksasa dunia yang baru, sehingga faktor bahasa akan ikut. Karena itu bila banyak orang belajar bahasa itu, maka kami menyiapkan gurunya," katanya. Apalagi, pihaknya sudah menerima bantuan dua dosen Bahasa Mandarin dari Universitas Keguruan Chang Hua di China. "Yang jelas, kami akan bergerak ke universitas riset dengan memperbanyak S2 dan S3, namun arahnya tetap ke bidang kependidikan sebagai ciri khas Unesa," katanya. Jurusan baru yang diorientasikan ke bidang pendidikan antara lain Jurusan Pendidikan Bahasa Mandarin dan juga Jurusan Pendidikan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK). "Nantinya, PR 4 yang akan menjadi komando dari pengembangan kerja sama dengan universitas asing, seperti double degree S2 dengan Universitas Monash, dan sebagainya," katanya. Namun, katanya, bila ada jurusan yang akhirnya kekurangan peminat akan tetap dibuka dengan diarahkan pada penelitian (riset), bukan pendidikan. "Tapi, internasionalisasi yang dilakukan Unesa bukan hanya mahasiswa atau dosen asing yang belajar atau mengajar di Unesa, namun mahasiswa atau dosen Unesa juga akan belajar dan mengajar di universitas asing," katanya. Tahun ini, delapan mahasiswa asing memulai studi di Unesa, di antaranya mahasiswa asing dari Iran, Yugoslavia, Polandia, dan sebagainya. (E011/K004)

Sumber: Antara, Rabu, 27 Oktober 2010

Friday, October 22, 2010

Pengubah Huruf Latin Menjadi Braille

Oleh: Nawa Tunggal

KOMPAS.com - MLM for The Blind dirancang bagi penyandang tunanetra oleh para peneliti Universitas Bina Nusantara, Jakarta. Alatnya ringan dijinjing dengan kemampuan sulih huruf Latin ke huruf braille dengan keistimewaan sumber referensinya bisa ribuan judul buku dari e-book. MLM singkatan dari my learning module. MLM for The Blind adalah mesin atau alat baca bagi para penyandang kebutuhan khusus mata kurang awas. Mesin berbobot tidak lebih dari 3 kilogram itu hasil pengembangan teknologi informatika sebelumnya. Dekan Fakultas Ilmu Komputer Universitas Bina Nusantara Sablin Yusuf, Kamis (14/10/2010), mengatakan, ”Pada tahun 2004 telah diciptakan peranti lunak komputer untuk pencetakan dengan huruf braille.” Menurut Sablin, saat itu para perisetnya bekerja sama dengan Yayasan Mitra Netra. Yayasan itu memiliki printer khusus dengan huruf braille. Mesin pencetak braille tergolong langka di pasaran. Waktu itu teknologinya tidak dilengkapi dengan software (peranti lunak) yang mudah diaplikasikan. ”Kami berhasil mengembangkan peranti lunak untuk pencetakan braille dengan mesin cetak tersebut,” kata Sablin. Pencetakan teks braille memakan tempat. Dari satu halaman artikel dengan huruf Latin, jika disulih dengan huruf braille akan memakan kertas dengan ukuran yang sama minimal tiga halaman. Kertas untuk teks braille juga harus relatif lebih tebal. Ini supaya bolong-bolong kertasnya (sesuai karakter braille) mudah diraba ketika dibaca serta lebih awet. Teks braille memang menjadikan boros kertas. Pemikiran ini mendasari pengembangan MLM for The Blind. Pada 2008 mulailah dikembangkan rekayasa MLM for The Blind ini dan diselesaikan pada 2009. Pada tahun yang sama, MLM for The Blind sempat diikutkan ke dalam kompetisi Indonesia Information and Communication Technology Award (INAICTA) dan menjadi juara ketiga. Berikutnya, pada tahun yang sama diikutkan pada kompetisi yang berskala lebih tinggi, yaitu Asia Pasific Information and Communication Technology Alliance Award (APICTA) di Melbourne, Australia, dan mampu menyabet juara kedua. ”Sekarang pemerintah memberi hibah Rp 19.750.000 untuk mengurus paten teknologi ini,” kata Ketua Jurusan Sistem Komputer pada Fakultas Ilmu Komputer Universitas Bina Nusantara Wiedjaja Atmadja. Wiedjaja mengatakan, MLM for The Blind harus dimanfaatkan perpustakaan-perpustakaan besar. Museum-museum tentu pula membutuhkan teknologi ini untuk meningkatkan akses layanan informasi bagi para tunanetra.

Lebih kentara

Membandingkan antara teks braille pada kertas dan huruf braille pada MLM for The Blind jelas berbeda. Pada MLM for The Blind jauh lebih kentara. Titik-titik simpul membentuk huruf braille pada MLM for The Blind menyembul pada panelnya. Sembulan titik-titiknya kuat menonjol sehingga mudah teraba. Panel khusus itu disebut braille display yang tersusun dari sel-sel braille dan idealnya berisi 40 sel huruf braille dalam satu deret. Namun, dengan 20 sel braille juga sudah mencukupi. Koordinator Laboratorium Hardware Fakultas Ilmu Komputer Universitas Bina Nusantara Rico Wijaya menjelaskan, MLM for The Blind menggunakan sumber listrik baterai 6 kali 1,5 Volt. Tenaga listrik ini untuk menjalankan controller saat membaca data e-book (buku virtual atau buku digital). Data e-book disimpan ke dalam kartu memori tipe MMC atau SD dengan daya tampung maksimal 2 gigabit. ”Memori 2 megabit bisa menampung lebih dari 1.000 judul buku digital,” kata Wiedjaja. Controller menjadi komputer mikro bagi MLM for The Blind. Controller memiliki cip yang menyimpan mekanisme kerja komputer berukuran mini. Sebelum cip itu ditanam, dimasukkan terlebih dahulu peranti lunak penyulih huruf Latin menjadi huruf braille dengan salah satu bahasa pemrograman komputer, yaitu Bahasa C. Bahasa C, menurut Wiedjaja, tergolong paling populer. Dengan bahasa komputer ini disusun sistem perintah pengubahan huruf Latin menjadi huruf braille. Tingkat terendah Rico mengatakan, penggunaan huruf braille memiliki tingkatan. Setidaknya, dibagi menjadi tingkatan terendah (0), sedang (1), dan paling atas (2). ”Rancangan MLM for The Blind saat ini masih pada tingkatan terendah atau nol,” kata Rico.

Tingkat terendah itu dengan kemampuan mengeja kata dengan satu per satu huruf. Satu kata dengan empat huruf, misalnya, akan dieja menjadi empat huruf braille. Pada tingkatan berikutnya, penyulihan kata dengan suatu singkatan atau simbol tertentu. Satu kata dengan empat huruf, misalnya, dapat dinyatakan hanya dengan satu atau dua huruf braille saja. Seperti ketika orang menuliskan kata ”yang”, bisa cukup ditulis dengan ”yg”. Pada tingkatan berikutnya, memungkinkan kata-kata kunci dapat disulih ke dalam huruf braille lebih singkat. ”Pengembangan itu membantu untuk membaca cepat dengan huruf braille,” kata Rico. Rico mengatakan, pembuatan MLM for The Blind skala laboratorium sekarang ini masih relatif mahal. Harga paling mahal pada komponen sel braille. Menurut Rico, satu sel braille mencapai Rp 700.000. Padahal, untuk satu perangkat MLM for The Blind dibutuhkan antara 20 dan 40 sel braille. Komponen lain berupa sistem controller dan kartu memori. Hitungan biaya untuk membuat satu MLM for The Blind antara Rp 25 juta dan Rp 30 juta. Menurut Wiedjaja, jika diproduksi secara massal, seharusnya jauh lebih murah. Pemerintah pun sudah mendorong melalui pemberian insentif untuk pengurusan paten sehingga diharapkan industri mau meliriknya. ”Sekarang baru diajukan perolehan patennya. Diambil tipe hak paten sederhana karena temuan teknologi ini merupakan perakitan komponen-komponen yang telah ada di pasaran,” kata Wiedjaja. Sumbangan karya para peneliti di Universitas Bina Nusantara ini memiliki kontribusi besar bagi para penyandang tunanetra. Inovasi teknologi yang jelas-jelas dibutuhkan ini menjadi ujian baru bagi industri untuk berani memproduksinya secara massal.

Sumber: Kompas.com, 22-10-2010

Wednesday, October 20, 2010

Mereka yang Dibutuhkan Negeri Ini...

KOMPAS.com — Hidup di Singapura, bekerja di perusahaan multinasional dengan gaji besar, ternyata bukan akhir cita-cita Ayu Kartika Dewi. Begitu ada kesempatan menjadi guru sekolah dasar di daerah terpencil, berbagai fasilitas perusahaan yang sudah dinikmati di Singapura langsung ditinggalkannya. ”Ini kesempatan yang ditunggu-tunggu,” kata lulusan Fakultas Ekonomi Universitas Airlangga, Surabaya, ini bersemangat, ketika mengetahui akan menjadi guru sekolah dasar dan ditempatkan di daerah terpencil di Kabupaten Halmahera Selatan.

Ketika tahu untuk mencapai Halmahera Selatan butuh waktu delapan jam menggunakan kapal laut dari Ternate, semangatnya tak surut, bahkan makin berapi-api. ”Buku harian saya tidak akan monoton, sekolah, kuliah, lalu bekerja, tetapi penuh warna. Saya bisa merasakan hidup di daerah terpencil,” kata Ayu, yang tak sabar ingin segera berangkat ke tempat penugasan. Lain lagi dengan Erwin Puspaningtyas Irjayanti (24). Lulusan Institut Pertanian Bogor yang sudah bekerja di sebuah bank terkemuka di Jakarta dengan gaji sangat memadai ini rela meninggalkan pekerjaannya untuk mengabdi menjadi guru sekolah dasar nun jauh di Kabupaten Majene, Sulawesi Barat. ”Ini kesempatan emas berbuat untuk negeri sekaligus memenuhi panggilan hati,” kata wanita penulis novel terlaris The Sacred Romance of King Sulaiman & Queen Sheba (1986) yang diterbitkan PT Mizan ini bersemangat. Semangat serupa dipancarkan Rahman Adi Pradana (24). Peraih dua gelar kesarjanaan, Teknik Elektro Institut Teknologi Bandung dan lulusan cum laude Fakultas Ekonomi Universitas Padjadjaran Bandung, ini rela meninggalkan pekerjaannya di sebuah perusahaan multinasional di Jakarta dan bertugas menjadi guru sekolah dasar di Halmahera Selatan. Orangtuanya sempat kaget. Namun, setelah diyakinkan bahwa ia ingin memberikan sesuatu yang terbaik untuk negerinya, Indonesia, orangtuanya mendukung langkah Adi. ”Negeri ini sudah sangat baik. Saatnya memberikan sesuatu untuk negeri yang saya cintai,” kata Adi.

Generasi pilihan

Menjadi guru sekolah dasar di daerah terpencil atau menjadi Pengajar Muda merupakan program dari ”Indonesia Mengajar” yang digagas Anies Baswedan yang juga Rektor Universitas Paramadina, Jakarta. Ide dasarnya, masih banyak sekolah dasar di daerah terpencil yang dibimbing guru-guru kualitasnya tidak sesuai dengan standar. ”Jika kondisi ini terus dibiarkan, Indonesia sulit maju,” kata Anies Baswedan. Setelah berdiskusi dengan banyak kalangan, akhirnya dibentuklah gerakan Indonesia Mengajar yang mencari generasi muda terbaik untuk menjadi guru SD di daerah terpencil. ”Gerakan Indonesia mengajar hanya menempatkan guru di daerah terpencil selama satu tahun,” kata Anies. Selama bertugas, mereka akan mendapat uang saku Rp 3,2 juta sampai Rp 4,8 juta per bulan, tergantung dari daerah tugas. Setelah gerakan ini dipublikasikan, ternyata responsnya luar biasa. Meskipun persyaratannya cukup ketat, seperti indeks prestasi kumulatif (IPK) minimal 3, berusia di bawah 25 tahun, dan berbagai persyaratan lain, tercatat 1.383 orang mendaftar. Mereka merupakan lulusan-lulusan terbaik dari berbagai perguruan tinggi. Setelah diseleksi ketat, terpilih 160 orang. Kemudian diseleksi lagi sehingga terpilih 51 sarjana berkualitas terbaik yang akan ditempatkan di lima daerah terpencil, yakni di Kabupaten Halmahera Selatan (Maluku Utara), Kabupaten Paser (Kalimantan Timur), Kabupaten Bengkalis (Riau), Kabupaten Majene (Sulawesi Barat), dan Kabupaten Tulang Bawang Barat (Lampung). Bukan di ibu kota kabupaten, justru semuanya ditempatkan di daerah-daerah terisolasi yang sarana transportasinya sangat sulit, listrik terbatas, dan tidak ada sinyal telepon, apalagi internet.

Agar tidak kaget saat ditempatkan di daerah terisolasi, para Pengajar Muda diberikan pelatihan selama tujuh minggu, termasuk cara mengajar, kurikulum pengajaran, ekstrakurikuler, sampai menjaga kesehatan di daerah terpencil. Saat pelatihan di asrama, listrik pun dimatikan setelah pukul 22.00 dan telepon seluler disimpan panitia. ”Pelatihan ini sebagai persiapan agar tidak kaget ketika bertugas di tempat yang sesungguhnya,” kata Mutia Hapsari, lulusan Antropologi Universitas Indonesia. Meski tahu akan ditempatkan di daerah terisolasi, semua peserta sangat antusias. ”Kondisi di tempat tugas sangat menantang. Saya akan tahu kondisi masyarakat Indonesia yang sesungguhnya,” kata Bagus Arya Wirapati (21), lulusan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Mengenal kondisi masyarakat di daerah terpencil memang menjadi salah satu sasaran gerakan ini. Tak sekadar mengenal, mereka juga diharapkan menjadi contoh, memotivasi dan berbagi ilmu dengan anak-anak sekolah dasar. ”Percayalah, prestasi yang kalian raih selama ini akan menjadi idaman anak-anak sekolah dasar di daerah terpencil,” kata Anies. Bagi Pengajar Muda, pengalaman selama tinggal setahun di daerah terpencil juga akan menjadi pengalaman yang melekat seumur hidup. Mereka akan mengetahui denyut nadi masyarakat di daerah pedalaman. Diharapkan setelah mereka kembali ke profesi apa pun yang mereka tekuni, apakah menjadi peneliti, bankir, pengusaha, ataupun politisi, mereka tidak lupa diri. Ada bagian kecil masyarakat Indonesia yang membutuhkan perhatian mereka.

Sumber: Kompas.com, Kamis, 21 Oktober 2010

Tuesday, October 19, 2010

Kemdiknas Belum Buat Keputusan Terkait UN 2011

Jakarta (ANTARA News) - Kementerian Pendidikan Nasional belum membuat keputusan terkait bentuk pelaksanaan ujian nasional (UN) 2011 serta standar kelulusan yang direkomendasikan Badan Standardisasi Nasional Pendidikan karena masih akan bertemu dengan panitia kerja UN Komisi X DPR RI. "Sebaiknya kita menunggu hasil pertemuan dengan Panja UN Komisi X DPR RI yang berlangsung dalam waktu dekat. Namun dari hasil lokakarya tentang standar kelulusan UN pekan lalu, kesimpulannya satu pendapat, yaitu UN tetap ada tahun depan," kata Mendiknas Mohammad Nuh dalam jumpa pers tentang rapor Kemdiknas selama setahun Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II di Jakarta, Selasa malam. Ia mengatakan, bentuk UN 2011 masih digodok pemerintah dan DPR. Karenanya, sampai saat ini juga belum ada keputusan tentang metode pelaksanaan UN yang akan diterapkan pada 2011. "Metode evaluasi masih menunggu hasil rapat kerja dengan Komisi X DPR, 25 Oktober 2010 mendatang. Agenda rapat kerja tersebut adalah membahas UN. Panja UN dan Balitbang Kementerian Pendidikan Nasional (Kemdiknas) juga membahas konsep UN nanti," katanya. Namun demikian, menurut Mohamamad Nuh perubahan yang sudah valid mengenai UN hanya pada metodologi UN. Sementara mengenai evaluasi UN, masih dalam proses penyelesaian. "Intervensi yang dilakukan Kemdiknas terhadap 100 kabupaten sudah selesai 100 persen.Intervensi yang dilakukan terhadap 100 kabupaten tersebut adalah pemberian bantuan sebesar Rp1 miliar untuk masing-masing kabupaten. Intinya, yang terpenting saat ini adalah semua pihak setuju untuk tetap menggelar UN," katanya.

Sementara itu terkait dengan pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2010, Mendiknas meminta perguruan tinggi negeri (PTN) tetap mandiri dalam keuangan. Namun demikian, perguruan tinggi negeri diminta tidak mengandalkan perolehan dana dari biaya kuliah mahasiswa. Ia menyatakan, pemerintah akan mengembangkan cara baru dalam memberikan bantuan ke PTN. Kampus didorong untuk menekan pendapatan dari uang kuliah mahasiswa. "Kampus yang bisa mendapatkan pemasukan yang tinggi dengan memanfaatkan riset, misalnya, akan mendapat insentif dari APBN. Dengan demikian, sumber dana PTN itu mestinya dari usaha kampus, seperti memanfaatkan riset dan dana dari pemerintah. Di bagian lain, Mendiknas menjelaskan sejumlah program Kemdiknas yang sudah melampaui target adalah penyediaan internet bagi 17.500 sekolah di seluruh Indonesia. Sementara, salah satu pekerjaan rumah yang harus dikerjakan Kemdiknas adalah mempersempit disparitas kesempatan belajar siswa di tiap satuan pendidikan. Di tingkat sekolah dasar (SD), dari 31,05 juta siswa, sekira 1,7 persennya putus sekolah dan 18,4 persen tidak melanjutkan ke jenjang pendidikan berikutnya.

Pada satuan sekolah menengah pertama (SMP), dari jumlah 12,69 juta siswa, 1,9 persen putus sekolah, dan 30,1 persen di antaranya tidak dapat melanjutkan ke tingkat sekolah menengah atas (SMA). Pada tingkat SMA, jumlah siswa putus sekolah mencapai 4,6 persen dari total 9,11 juta siswa. Pada tingkat SMA juga terjadi jumlah siswa yang tidak melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi (PT) sangat tinggi, yaitu sebanyak 59,8 persen. Sementara, saat ini tercatat 4,66 juta mahasiswa. Dari jumlah ini, 6,31 persennya merupakan mahasiswa dari kalangan ekonomi miskin. "Data ini menunjukkan, sampai saat ini pameo `orang miskin dilarang sekolah`, memang benar-benar terjadi. Karena itu, pemerintah harus menjemput bola, mencari para siswa yang tidak bisa melanjutkan sekolah untuk diberi bantuan, katanya. Pemerintah tidak membiarkan anak-anak miskin berjuang sendirian, tetapi harus ada afirmasi dan campur tangan pemerintah, antara lain melalui berbagai skema beasiswa bidik misi dan bantuan operasional sekolah (BOS), tambahnya. (Z003/K004)

Sumber: Antara, Selasa, 19 Oktober 2010

Tuesday, October 5, 2010

Guru adalah Agen Perdamaian

Guru perlu aktif mempromosikan nilai-nilai kewarganegaraan, perdamaian, dan keberagaman. Sebab, guru mengemban misi menyiapkan generasi penerus bangsa yang bertanggung jawab. Guru juga harus membekali muridnya dengan ilmu pengetahuan dan keterampilan hidup. Hal itu merupakan bagian dari seruan bersama para pemimpin lembaga internasional untuk memperingati Hari Guru Internasional yang jatuh pada hari Selasa (5/10/2010). Seruan bersama di Jakarta itu datang dari Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa- Bangsa (UNESCO), Badan PBB untuk Anak-anak (Unicef), Program Pembangunan PBB (UNDP), Organisasi Buruh Internasional, dan Education International. Para guru berperan untuk membangun harapan bangsa yang ingin memiliki generasi cinta damai dan hidup harmonis dalam keragaman. Sebab, banyak anak-anak saat ini mengalami trauma akibat menyaksikan kekerasan yang ekstrem, mengalami kehancuran rumah, dan kehilangan anggota keluarga. Seruan dunia kepada guru itu, kata Ketua Umum Federasi Guru Independen Indonesia Suparman, amat relevan dengan kondisi sosial masyarakat Indonesia saat ini. Guru perlu ikut aktif memulihkan kondisi sosial masyarakat dengan mengampanyekan penghentian segala bentuk kekerasan dan konflik. Di sekolah, guru harus menerapkan sikap antidiskriminasi dan memahami keberagaman.

Pengamat pendidikan HAR Tilaar mengatakan, gesekan-gesekan sosial sering terjadi sebagai konsekuensi masyarakat Indonesia yang semakin tidak mengenal budaya Nusantara. Pendidikan nasional tidak lagi memperkuat kebudayaan bangsa yang seharusnya diajarkan di sekolah. Ini terjadi karena pemerintah tak lagi menyatukan kedua unsur itu dalam satu departemen: pendidikan dan kebudayaan. Tilaar menegaskan perlunya memperkuat pendidikan multikulturalisme di sekolah. Upaya itu penting untuk membentuk generasi muda yang mampu menghargai perbedaan budaya, agama, dan suku, serta keragaman lainnya. ”Pendidikan yang didesentralisasikan justru bisa mengancam. Bagaimana mau menyatukan bangsa Indonesia kalau guru terpaku di satu daerah. Ini karena guru sekarang jadi milik bupati atau wali kota,” katanya. Setelah berbagai konflik melanda Indonesia berlatar belakang perbedaan agama dan suku, guru-guru mulai menyadari pentingnya membekali siswa dengan pendidikan damai.

Pendidikan damai

Seperti di Sulawesi Tengah dan Maluku, guru-guru yang difasilitasi World Vision Indonesia melalui Wahana Visi Indonesia (WVI) mengembangkan pendidikan damai yang dinamakan pendidikan harmoni. ”Pendidikan harmoni merujuk dari pendidikan damai. Kami ingin memastikan nilai-nilai perdamaian, kemanusiaan, hak asasi manusia, multikulturalisme, dan perlindungan anak terintegrasi dalam kurikulum SD,” kata Frida Siregar, staf WVI untuk Pendidikan Damai Wilayah Sulawesi dan Maluku. Pendidikan harmoni lahir dari semangat penyatuan dalam keberagaman. Kompetensi nilai harmoni yang dikembangkan adalah harmoni diri (tanggung jawab, keyakinan pada ajaran agama, kepercayaan); harmoni sesama (penghargaan, kejujuran, kepedulian); serta harmoni alam (ramah lingkungan, melindungi, kewarganegaraan). Menurut Frida, dari hasil penelitian awal WVI di Palu dan Poso tahun 2009 ditemukan bahwa pemahaman akan perbedaan suku dan agama yang ada di masyarakat masih lemah. Masih ditemukan anak dengan agresivitas tinggi, rasa dendam, dan enggan berinteraksi dengan teman yang berbeda agama. Di Palu, 35 persen anak menyatakan tidak mau berteman dengan mereka yang berbeda agama dan 14,2 persen tidak tahu. Di Poso, 10,8 persen anak tidak mau berteman dan 15 persen tidak tahu.

Sumber: Kompas.com, 06-10-2010

Sunday, July 25, 2010

SMK 1 Cimahi Ciptakan 'Software' Edukasi

JAKARTA, KOMPAS.com — Lima siswa SMK Negeri I Cimahi, Jawa Barat, berhasil menciptakan software berisi konten-konten pendidikan yang bisa diakses bukan hanya dari desktop, melainkan juga secara mobile. Software ini didapuk sebagai satu dari lima karya kontestan nominator kategori pelajar di Inaicta 2010.

Software yang diberi nama "Siedun", atau kepanjangan dari Sistem Edukasi Nasional, itu berisikan konten-konten pendidikan mulai materi pelajaran, chatting dengan pengajar, hingga soal-soal ujian yang bisa dikerjakan secara online.

"Siedun ini software edukasi yang ingin kita terapkan ke versi mobile maupun website. Jadi, murid bisa mengakses materi pelajaran atau ujian di mana pun dia mau," kata M Saepul selaku Java Developer Siedun kepada Kompas.com, di Gelaran Inaicta 2010, JCC Senayan, Jakarta, Jumat (23/7/2010).

Saepul merupakan salah satu dari lima orang pengembang software Siedun. Selain dia, ada Kevin R Oktavian, Ade Hermawan, Yudhi Guntara, dan Darin Harly S. Kelimanya merupakan siswa tingkat empat di SMK Negeri 1 Cimahi. Saepul mengatakan, Siedun mampu menampung berbagai materi pelajaran sesuai kenginan guru ataupun penyelenggara pendidikan.

"Ide awalnya kita ingin buat sesuatu tentang konten edukasi. Kita ingin berbagi resource materi pelajaran, tapi juga harus ada versi mobile-nya supaya bisa diakses di mana saja," katanya.

Namun, meski masih dalam tahap pengembangan, Saepul optimistis Siedun bisa dikembangkan secara maksimal menjadi lebih fungsional. "Pengembangannya tinggal tergantung kepada pemakainya. Bisa diisi materi-materi yang sesuai kebutuhan murid-murid," kata siswa jurusan Rekayasa Perangkat Lunak ini.

Nantinya, dalam pengembangan lanjutan, Siedun bahkan bisa terhubung dengan situs-situs jejaring sosial macam Facebook. "Kalau yang paling sulit itu sebenarnya di konsep, karena gimana caranya supaya enak dibaca, supaya bisa upload secara mobile, dan enggak cuma familiar buat murid, tapi juga buat guru," tutur remaja berkacamata ini.

Di ajang Inaicta 2010, ia berharap software kreasinya ini bisa dimanfaatkan seluas-luasnya untuk pengembangan pendidikan anak-anak Indonesia. Menurutnya, Siedun bisa dikembangkan untuk sistem nasional ataupun untuk versi internal yang dapat digunakan untuk masing-masing sekolah.

"Kami ingin supaya bisa dikembangin lebih sempurna lagi dan bisa digunakan di masyarakat secara luas. Kalau semua siswa bisa pakai Siedun, kan makin banyak yang mau belajar," harap Saepul.


Sumber : kompas.com

Thursday, July 22, 2010

Akreditasi Dorong Peningkatan Mutu Pendidikan

Jakarta -- Ketua Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah (BAN S/M), Umaedi mengatakan, pada 2007-2009 lembaganya telah mengakreditasi 193.365 satuan akreditasi. Pemerinciannya, 20.299 taman kanak-kanak, 4.045 raudhatul atfal (RA); 65.871 sekolah dasar, 5.652 madrasah ibtidaiyah, 10.873 SMP, 3.694 Madrasah Tsanawiyah, 5.081 SMA dan 1.820 Madrasah Aliah. Lalu, 8.034 program keahlian dan sekolah luar biasa, serta 629 program pendidikan/ketunaan.

Akreditasi ini mengacu pada 8 standar nasional pendidikan (SNP) yakni standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar tenaga pendidik, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan dan standar penilaian pendidikan.

Adapun kriteria sekolah/madrasah yang dinyatakan terakreditasi setelah memenuhi persyaratan. Persyaratan tersebut yakni memperoleh nilai skreditasi sekurang-kurangnya 56, tidak lebih dari dua nilai komponen akreditasi skala ratusan kurang dari 56, dan tidak ada nilai komponen akreditasi skala ratusan kurang dari 40.

Dalam pemeringkatan hasil akreditasi sekolah/madrasah dapat dilakukan yakni untuk peringkat akreditasi A (sangat baik), jika memperoleh nilai akhir (NA) sebesar 86 sampai dengan 100 atau 86?NA?100; untuk peringkat akreditasi B (baik), jika memperoleh nilai akhir (NA) akreditasi sebesar 71 sampai dengan 85 atau 71?NA?85; sedangkan untuk peringkat akreditasi C (cukup baik), jika memperoleh nilai akhir (NA) akreditasi sebesar 56 sampai dengan 70 atau 56?NA?70.

"Gunanya akreditasi adalah mendorong peningkatan mutu pendidikan, karena ini merupakan potret kelayakan sebuah program atau sistem pendidikan sesuai dengan standar yang kita tetapkan," kata Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan), Kementerian Pendidikan Nasional (Kemdiknas), Mansyur Ramli, saat membuka Seminar Hasil Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah pada 13 Juli, di Hotel Santika, Jakarta. Seminar berlangsung selama dua hari. (nasrul)

Sumber : http://www.kemdiknas.go.id

Presiden Besok Canangkan Gerakan Nasional Sayang Anak

Jakarta --- Presiden Susilo Bambang Yudhoyono beserta Ibu Ani Yudhoyono, Menteri Pendidikan Nasional Mohammad Nuh dan Para Meteri Kabinet Indonesia Bersatu II, besok (Jumat, 23 Juli) akan menghadiri peringatan Hari Anak Nasional, di Sasono Langen Budoyo, TMII. Presiden akan mencanangkan Gerakan Nasional Indonesia Sayang Anak.

Menurut Ketua Umum Panitia HAN, Hamid Muhammad, pencanangan gerakan tersebut untuk meningkatkan kesadaran orang tua secara nasional, tentang pentingnya mempersiapkan sebaik-baiknya masa depan anak dengan memberikan pendidikan, pengasuhan, perlindungan, perawatan kesehatan dan pemenuhan gizi anak.

"Dengan layanan secara memadai dan proporsional, diharapkan dapat memunculkan generasi baru yang cerdas, jujur, santun, berakhlak mulia, beretos kerja tinggi, mampu berkompetisi serta sehat jasmani dan rohani," kata Hamid Muhammad.

Adapun makna sayang anak adalah menghilangkan dan menghentikan berbagai bentuk kekerasan, dan diskriminasi terhadap anak. Hamid yang juga Direktur Jenderal Pendidikan Non Formal dan Informal ini, berharap tindakan orang tua yang cenderung otoriter, memukul, mengancam, membatasi kreativitas dan kebebasan konstruksi anak dengan dalih sayang kepada anak, tidak terjadi lagi.

Dalam acara puncak Hari Anak Nasional itu, selain pencanangan gerakan, juga akan diberikan penghargaan kepada anak-anak yang berprestasi, masyarakat/tokoh yang peduli terhadap anak, lembaga pendidikan anak usia dini dan mitra PAUD berprestasi. Juga ada deklarasi Suara Anak Indonesia sebagai hasil dari Kongres Anak Indonesia, yang dilaksanakan pada 21 Juli di Bangka Belitung. Ada pula atraksi melukis massal oleh 6.600 anak di sekitar miniatur Pulau Nusantara Taman Mini Indonesia Indah. Atraksi melukis ini akan masuk dalam Museum Rekor Indonesia (MURI). (SET)

Sumber : http://www.kemdiknas.go.id

Thursday, July 8, 2010

Daya Tampung PTN Tak Pengaruhi PTS

Medan (ANTARA News) - Pengamat pendidikan dan ekomoni Universitas Sumatera Utara, Jhon Tafbu Ritonga, mengatakan, daya tampung Perguruan Tinggi Negeri tidak mempengaruhi daya tampung Perguruan Tinggi Swasta. Lebih lanjut Dekan Fakultas Ekonomi USU ini mengatakan, jika melihat dari pengalaman, daya tampung PTN tidak mengakibatkan mahasiswa PTS makin sedikit. Sebagai salah satu bukti, minat masyarakat masuk Fakultas Ekonomi USU yang makin meningkat justru makin tidak bisa terpenuhi karena kuota sudah penuh. Ini ditandai oleh ketatnya pesaingan masuk FE USU yang pada 2006 rata-rata masih 10,8 dan tahun 2009 menjadi 27,0. Artinya tahun 2006 tiap satu kursi di FE USU diperebutkan sebelas orang dan tahun 2009 menjadi 27 orang. Tahun 2006 yangg dapat diterima hanya sembilan persen dari keseluruhan pendaftar dan tahun 2009 turun menjadi empat 4 persen. "Dengan kondisi daya tampung USU seperti itu, seyogyanya jumlah mahasiswa PTS terus meningkat karena yang tidak tertampung di FE USU saja saja bertambah dari 10 orang menjadi 26 orang," katanya. Ia mengatakan, peningkatan minat masyarakat masuk PTN tidak terlepas dari upaya PTN yang terus memperbaiki diri, baik sarana dan prasarana maupun kualitas pengajarnya sendiri.(*)

Sumber: Antara, Selasa, 6 Juli 2010

Sunday, July 4, 2010

Pengamat: LKS Batasi Kreativitas Guru

Pengamat pendidikan dari Universitas Negeri Semarang Prof Mungin Eddy Wibowo menilai bahwa pembelajaran menggunakan lembar kerja siswa (LKS) justru membatasi kreativitas guru. "Dalam lembar kerja siswa (LKS) berisi soal-soal yang harus dikerjakan siswa, hal itu justru membatasi kreativitas guru karena mereka tidak bisa mengembangkan materi secara luas," katanya, di Semarang, Senin. Menurut dia, para guru memang diharuskan menyelenggarakan kegiatan pembelajaran dengan mengacu pada buku-buku pelajaran yang sudah diseleksi oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Mungin yang juga anggota BSNP itu mengatakan, buku-buku pelajaran itu hanya untuk acuan materi yang diajarkan, tetapi terkait soal seharusnya dibuat sendiri oleh setiap guru yang bersangkutan. "Para guru bisa membuat soal dengan mengacu buku-buku pelajaran, silabus, dan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang tentunya sudah disesuaikan dengan kurikulum yang ditetapkan," katanya. Pembelajaran semacam itu, kata dia, diyakini dapat memperluas kreativitas guru, karena mereka dapat mengembangkan soal berdasarkan materi yang ada, bukan semata-mata didapatkan dari LKS. "Lembar kerja siswa sifatnya terpola dan soalnya sudah ditentukan, apalagi jika ternyata LKS yang digunakan tidak sesuai dengan kurikulum yang ditetapkan tentunya akan merugikan," katanya. Ia mencontohkan ada siswa yang mengeluh bahwa materi soal-soal ujian nasional (UN) ternyata tidak sesuai dengan apa yang mereka pelajari dan diperoleh di sekolah selama mereka menempuh pendidikan. "Hal tersebut bisa dimungkinkan siswa hanya diberikan tugas untuk mengerjakan soal-soal yang terdapat dalam LKS, dan LKS itu ternyata tidak mengacu pada materi atau kurikulum yang ada," katanya.

Oleh karena itu, kata dia, para guru diharapkan tidak semata-mata mengandalkan LKS sebagai upaya untuk mengevaluasi pembelajaran, namun tetap mengandalkan kreativitas dan kemampuan yang dimilikinya. "Kami hanya bertugas untuk menyeleksi buku-buku pelajaran yang akan digunakan sekolah, kalau untuk LKS bukan wewenang BSNP untuk menyeleksinya," kata Mungin yang juga mantan Ketua BSNP tersebut. Menurut dia, BSNP menyeleksi setiap buku pelajaran berdasarkan pertimbangan kelayakan isi, penyajian, kebahasaan, dan grafik. Hal tersebut untuk mengantisipasi beredarnya buku pelajaran yang tidak sesuai. Ditanya tentang jumlah buku pelajaran yang telah diseleksi BSNP, ia mengaku jumlahnya sangat banyak, karena setiap mata pelajaran untuk setiap jenjang pendidikan berjumlah lebih dari satu buku. "Misalnya, mata pelajaran matematika untuk kelas I SD, ada lebih dari satu jenis buku dengan pengarang dan penerbit yang berbeda, demikian juga dengan buku-buku pelajaran untuk jenjang lain," kata Mungin.(KR-ZLS/M008/S026)

Sumber: Antara

Friday, July 2, 2010

China; Cara Curang Siswa Raih Bangku Kuliah

Masuk universitas adalah dambaan para pelajar. Sayangnya, persaingan ketat membuat mereka melakukan berbagai macam cara, baik halal maupun tidak halal. Para pelajar di China harus membayar sejumlah besar uang agar mendapatkan sertifikat kungfu. Beberapa siswa di Provinsi Hunan membayar sekitar Rp 27,5 juta untuk les kungfu dengan jaminan bisa mendapatkan poin tambahan. ”Pada tahun pertama saya di SMA, kepala sekolah bertanya apakah saya ingin ikut les kungfu. Siswa yang les akan mendapatkan tambahan 20 poin untuk masuk universitas,” ujar salah seorang siswa. Ujian nasional masuk universitas di China sangat ketat. Tahun ini saja ada 10 juta siswa SMA yang bersaing mendapatkan bangku di universitas. Seperti di negara lain, masuk universitas dapat berarti langkah untuk naik kelas sosial. Siswa dengan kecakapan khusus di bidang olahraga atau musik dapat memperoleh poin tambahan saat ujian masuk. Mereka lebih mudah masuk universitas dambaan mereka. Sekitar 30 siswa berlaku curang ketika mengikuti lomba maraton di Xiamen tahun ini. Demi memenangi lomba dan mendapatkan poin, mereka naik kendaraan umum atau menyewa pelari cepat. Polisi juga menangkap enam orang yang dicurigai menjual alat pemancar penerima dan earphone kepada para siswa yang sedang ikut ujian nasional. Kasus ini dipercaya telah menyebabkan tiga siswa bunuh diri tahun lalu. (AFP/Joe)

Sumber: kompas.com,02-07-2010

Thursday, July 1, 2010

Amandemen UU Sisdiknas; Visi Pendidikan Harus Diperkuat

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional harus segera direvisi karena beberapa pasalnya dinilai bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945. Di sisi lain, undang-undang tersebut juga tidak sesuai dengan semangat mencerdaskan bangsa. Demikian salah satu pokok persoalan yang mengemuka dalam Seminar Nasional Redinamisasi dan Revitalisasi Penyelenggaraan Pendidikan Swasta Pasca-Pembatalan Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan. Seminar tersebut berlangsung di Jakarta, Selasa (29/6), dan diselenggarakan Asosiasi Badan Penyelenggara Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (Asosiasi BP PTSI). Ketua Umum Asosiasi BP PTSI Thomas Suyatno mengatakan, pasal-pasal yang harus diamandemen, antara lain, yang menyangkut soal pembiayaan pendidikan, tanggung jawab pemerintah dalam pendidikan, dan soal akreditasi pendidikan. ”Dalam soal pembiayaan pendidikan dasar, misalnya, harusnya pemerintah lebih berperan besar,” kata Thomas Suyatno. Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD dalam seminar tersebut mengatakan, masyarakat silakan mengadukan ke Mahkamah Konstitusi jika ada peraturan perundangan-undangan apa pun yang dinilai bertentangan dengan konstitusi.

Tidak ”legowo”

Dalam seminar tersebut juga terungkap, pemerintah terkesan tidak legowo atau berlapang dada dengan dibatalkannya Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan (BHP) oleh Mahkamah Konstitusi pada 31 Maret 2010. Hal itu, antara lain, terkesan dengan disusunnya rancangan atau draf Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan. Perppu tersebut hingga kini tidak dibahas karena mengandung beberapa kelemahan. Selain itu, rancangan Perppu yang sudah bocor ke masyarakat juga dikhawatirkan bakal menimbulkan banyak penolakan. Pemerintah kemudian menyusun Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan. Thomas mengatakan, BP PTSI pada prinsipnya akan menolak jika penyelenggaraan pendidikan diseragamkan. ”Biarkan pendidikan berkembang sesuai dengan potensi dan kondisi masyarakat,” kata Thomas Suyatno. BP PTSI juga akan menolak perundang-undangan pendidikan yang etatisme atau semuanya serba negara, serta peraturan yang menghilangkan sejarah keberadaan yayasan. ”Perguruan Taman Siswa, Muhamaddiyah, dan penyelenggaraan pendidikan lainnya yang berupaya mencerdaskan bangsa sudah ada sebelum Indonesia Merdeka. Semestinya, keberadaan mereka dihargai,” kata Thomas Suyatno.

Visi pendidikan

Mantan Menteri Pendidikan Nasional Daoed Joesoef mengatakan, perlu visi pendidikan yang jelas untuk membangun bangsa ini. Saat ini terkesan pemerintah tidak mempunyai visi pendidikan dan lebih parah lagi mengidentikkan pendidikan (education) dengan persekolahan (schooling) sehingga terjadi berbagai kerancuan kebijakan. Praktisi pendidikan Dharmaningtyas mengatakan, setelah dibatalkannya UU BHP, pemerintah merasa seperti wayang kehilangan penopang atau wayang kelangan gapite. Karena semula UU BHP itu diharapkan dapat menjadi landasan hukum yang kuat untuk melakukan privatisasi pendidikan, terutama bagi Perguraun Tinggi Badan Hukum Milik Negara (PT BHMN). Selain itu, UU BHP juga menjadi landasan pelepasan tanggung jawab pendanaan pada sekolah-sekolah, terutama sekolah dan perguruan tinggi swasta. ”Barangkali karena keinginan untuk tetap menghidupkan roh UU BHP itulah yang membuat pemerintah terus berupaya mencari legitimasi demi tersusunnya perundang-undangan baru sebagai pengganti UU BHP,” ujarnya. (THY)

Sumber: Kompas, 30-06-2010

Wednesday, June 30, 2010

Mahalnya Kampus Kita

Zaman dulu, perguruan tinggi negeri atau PTN menjadi incaran calon mahasiswa. Salah satu alasannya, selain mutunya yang relatif terjamin, juga karena biaya pendidikan yang harus dikeluarkan mahasiswa untuk kuliah di PTN itu relatif terjangkau untuk semua kalangan. Namun, sekarang, asumsi seperti itu bisa dikatakan tidak berlaku lagi, gugur sudah. Apalagi setelah munculnya Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan yang mengubah status PTN menjadi PT Badan Hukum Milik Negara (BHMN) pada tahun 2008. Undang-undang itu pada faktanya kemudian membuat biaya pendidikan di PTN menjadi tidak kalah mahalnya dibandingkan dengan kalau kita kuliah di perguruan tinggi swasta (PTS). Kuliah di PTN ataupun PTS dilihat dari sudut biaya relatif sama mahalnya. Umumnya berharga jutaan rupiah. Coba kita teliti lebih lanjut, tidak semua PTS memberlakukan uang masuk yang tinggi. Ada PTS yang hanya mensyaratkan calon mahasiswa yang lulus tes masuk di universitas itu membayar Rp 10 juta-Rp 30 juta saja. Namun, biaya per semester umumnya relatif mahal, sekitar puluhan juta rupiah juga. Contohnya, sebuah PTS di Jakarta mengenakan biaya masuk berdasarkan hasil tes calon mahasiswa. Mereka dibagi dalam empat golongan. Mereka yang hasil tes masuknya dianggap bagus dikenai biaya masuk lebih rendah daripada yang hasil tesnya kurang bagus. Untuk fakultas komunikasi, misalnya, uang masuknya dari Rp 10,5 juta sampai Rp 16,4 juta. Bagi mereka yang memilih fakultas desain komunikasi visual, biaya masuknya lebih mahal, yakni dari Rp 20 juta sampai tertinggi Rp 30,6 juta. Sementara uang per semesternya Rp 3,5 juta-Rp 3,8 juta.

Undang-undang

Dengan munculnya undang-undang tersebut, dengan alasan antara lain biaya pendidikan yang tinggi, juga mensyaratkan calon mahasiswa baru di PTN pun membayar relatif mahal. Biaya masuk PTN pun umumnya sudah mencapai puluhan juta rupiah, sementara biaya per semester umumnya masih di bawah Rp 10 juta untuk fakultas-fakultas tertentu. Biaya pendidikan perguruan tinggi itu seiring dengan berjalannya waktu terasa semakin mahal. Sebuah perguruan tinggi di Bandung, misalnya, dua sampai tiga tahun lalu mensyaratkan uang masuk wajib Rp 35 juta dan sekarang jumlah itu meningkat menjadi Rp 45 juta. Itu pun perguruan tinggi tersebut masih ”menyediakan peluang” untuk calon mahasiswa baru memberikan sumbangan sukarela. Hal serupa juga berlaku pada beberapa PTN lainnya di sejumlah kota. Contoh lainnya, perguruan tinggi di Jakarta yang mempunyai bidang studi ilmu komputer. Tahun 2007 batas atas uang masuknya Rp 25 juta dan tahun 2010 jumlah itu masih sama. Namun, biaya per semester yang pada 2007 batas atasnya sebesar Rp 1,7 juta, tahun ini menjadi Rp 7,5 juta. Jadi, untuk menjadi mahasiswa PTN ataupun PTS, kita harus mempunyai dana yang relatif ”cukup tinggi”. Selain itu, tentu saja, persaingan di antara para calon mahasiswa pun semakin ketat. Sekadar contoh, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, untuk jalur seleksi nasional masuk perguruan tinggi negeri (SNMPTN) 2010 disediakan tempat untuk 15 mahasiswa. Sementara tahun 2009, jumlah pesertanya mencapai 1.417 orang!

Jalur PMDK yang mahal

Diterima di PTN melalui jalur PMDK (penelusuran minat dan kemampuan) sudah pasti melegakan sekaligus membanggakan. Sebab, lewat jalur ini, para mahasiswa tidak perlu bersaing dengan ribuan calon mahasiswa lainnya untuk memperebutkan kursi di salah satu jurusan incaran. Namun, ini bukan berarti mahasiswa yang diterima melalui jalur PMDK bisa melenggang santai, tanpa mengeluarkan uang sepeser pun. Mereka tetap harus membayar sejumlah biaya yang nominalnya ”lumayan” besar. Di jurusan kriminologi sebuah PTN di Jakarta, misalnya, seorang mahasiswa harus membayar uang pangkal Rp 15 juta. Jumlah tersebut sudah termasuk uang semester pertama sebesar Rp 5 juta. Biaya bisa semakin tinggi, tergantung dari jurusan yang mereka ambil. Sementara itu, di jurusan sastra Inggris PTN yang sama, mahasiswa jalur PMDK harus membayar uang pangkal Rp 10 juta. Biaya tersebut sudah termasuk uang biaya semester pertama, sebesar Rp 5 juta. Kalau ditambah biaya administrasi, jaket almamater, iuran bus, dan lain-lain, jumlahnya menjadi Rp 10,7 juta. Untuk jurusan ilmu pengetahuan alam (IPA), seperti fakultas teknik, jumlah uang pangkal dan biaya per semesternya lebih besar lagi.

Mencicil

Memang sebagian PTN menyediakan sistem mencicil bagi mahasiswa dari keluarga tidak mampu. Namun, apabila mereka tidak bisa melunasi cicilan tepat waktu, ada biaya penalti yang harus dibayarkan sebesar 50 persen dari total biaya. Hal itu bukannya meringankan, tetapi malah makin memberatkan calon mahasiswa. Bagi mahasiswa yang masuk kategori tidak mampu, PTN juga menyediakan semacam prosedur keringanan biaya. Namun, fakta kerap kali berbicara lain. Seorang mahasiswa, anak seorang guru SD di Jakarta, misalnya, terpaksa gigit jari karena permohonan keringanan biaya yang diajukannya sebanyak tiga kali sekalipun tidak membawa hasil sama sekali. Padahal, untuk mengajukan permohonan keringanan tersebut, ada syarat yang mengharuskan mahasiswa bersangkutan menyertakan foto kondisi rumah yang ditinggali, ditambah surat pernyataan tetangga terdekat yang menyatakan dia berasal dari keluarga tidak mampu. Namun, hasilnya nihil. Akibatnya, orangtua mahasiswa tersebut harus pontang-panting mencari pinjaman agar bisa melunasi cicilan. Sementara sang ibu, yang membantu perekonomian keluarga dengan menjadi penjahit, terpaksa harus bekerja lebih ekstra keras. Keringanan biaya tersebut menjadi terasa tidak adil. Sebab, ada juga mahasiswa yang berasal dari SMA dengan biaya sekolah yang mahal, yakni Rp 2 juta per bulan, ternyata di PTN itu bisa mendapatkan keringanan biaya. Semakin tingginya biaya pendidikan di perguruan tinggi tak hanya memberatkan mahasiswa dari kalangan tak mampu. Bahkan, mahasiswa dari keluarga kalangan menengah pun mengeluh dengan semakin mahalnya biaya pendidikan di perguruan tinggi. Apalagi biasanya keluarga ini pun mempunyai beberapa anak yang juga memerlukan biaya pendidikan. Jadi, seiring dengan berjalannya waktu, sampai seberapa tinggikah kira-kira biaya pendidikan bagi para mahasiswa kita? Kalau setiap tahun biaya pendidikan itu makin menjulang, lalu sampai di manakah batasnya? Haruskah anak muda negeri ini tak bisa melanjutkan pendidikan tinggi ”hanya” karena ketiadaan biaya? Sungguh ironis! (LOK/DOE)

Sumber: Kompas

Dilarang, Tes Masuk SD Tetap saja Jalan!

Kendati sudah ada larangan bagi penyelenggara pendidikan tingkat sekolah dasar (SD) untuk menggelar tes masuk bagi calon siswanya, seleksi berupa tes masuk tersebut tetap dilangsungkan dan seolah sudah seperti hal yang biasa terjadi. Malva (7) tahun, murid lulusan TK Al Quran Terpadu Al Falah, ini misalnya. Pagi tadi, Selasa (29/6/2010), calon siswa SDN Mekarjaya 13, Depok Timur, tersebut tetap harus menjalani tes calistung atau membaca, menulis, berhitung, yang disyaratkan sebagai seleksi masuk sekolah tersebut. "Untungnya bisa, karena ini memang tes wajib dari sekolahnya. Tiap tahun memang begini," kata Sutanti (38), orang tua murid tersebut. Selain tes membaca, lanjut Sutanti, putri tunggalnya itu juga diminta mengikuti tes tulis yang didiktekan salah seorang guru sekolah yang mengawal jalannya tes masuk tersebut. "Cuma hari ini saja kok dan anak saya bisa menyelesaikan semua tes. Ia sudah diterima dan langsung sekolah Juli nanti," ujar Sutanti. Diberitakan sebelumnya di Kompas.com, Selasa (29/6/2010), pengelola sekolah dasar secara tegas dilarang memberlakukan tes masuk bagi calon siswanya. Larangan tersebut menyusul siaran pers yang diterbitkan oleh Menko Kesra Agung Laksono, Selasa (29/6/2010), di Jakarta, yang menyatakan bahwa persyaratan menggunakan tes justeru dianggap bertentangan dengan program wajib belajar. Penyelenggara pendidikan tingkat dasar, baik negeri maupun swasta, tidak perlu mengadakan tes seleksi masuk. Dikatakannya, seleksi diberlakukan kecuali dalam penetapan persyaratan bahwa anak usia 7-12 tahun bisa mengikuti proses belajar di SD.

Nih, Pasal yang Melarang Tes Masuk SD!

Tidak ada alasan bagi penyelenggara pendidikan tingkat sekolah dasar (SD) atau sederajat untuk menggelar tes masuk bagi calon siswanya. Peraturan Pemerintah (PP) No 17 Tahun 2010 tentang pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan secara jelas dan tegas menyebutkan hal itu. Demikian ditegaskan Direktur Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Kemendiknas RI Prof Suyanto kepada Kompas.com di Jakarta, Selasa (29/6/2010), terkait ramainya persoalan tes masuk SD pada penerimaan siswa baru tahun ajaran 2010/2010 ini. Berdasarkan aturan yang dikeluarkan pemerintah, yaitu Peraturan Pemerintah (PP) No 17 Tahun 2010 tentang pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan, hanya pertimbangan usia yang perlu dijadikan dasar penerimaan masuk sekolah bagi siswa SD, bukan tes kemampuan akademik. PP No 17 Tahun 2010, kata Suyanto, terutama pasal 69 ayat 4 dan 5, yang mengatur penerimaan peserta didik tingkat SD/MI atau bentuk lain yang sederajat. Pasal 4 menyebutkan, SD/MI atau bentuk lain yang sederajat wajib menerima warga negara berusia 7 (tujuh) tahun sampai dengan 12 (dua belas) tahun sebagai peserta didik hingga dengan batas daya tampungnya. Sementara pasal 5 menyatakan; penerimaan peserta didik kelas 1 (satu) SD/MI atau bentuk lain yang sederajat tidak didasarkan pada hasil tes kemampuan membaca, menulis, dan berhitung, atau bentuk tes lain. "Jadi jelas, bahwa pemerintah (Kemendiknas RI) tidak mewajibkan atau tidak menganjurkan ada tes bagi calon siswa SD," ujar Suyanto.

Sumber: Kompas.com

Sunday, June 20, 2010

Pusat Berwenang Diskualifikasi Peserta SNMPTN

Ketua Panitia Lokal 42 Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) Semarang 2010, Supriadi Rustad mengatakan kewenangan diskualifikasi peserta SNMPTN di tangan panitia pusat. "Kami hanya melaporkan tindak kecurangan yang dilakukan peserta, namun apakah didiskualikasi atau tidak kewenangan pusat," katanya di Semarang, Sabtu, menanggapi tindak kecurangan yang terjadi pada SNMPTN di Semarang. Panitia Lokal 42 SNMPTN Semarang menemukan peserta yang melakukan kecurangan saat pelaksanaan hari pertama (16/6) dan hari kedua (17/6) lalu, dan menangkap dua pelaku serta mengamankan barang bukti telepon seluler (ponsel). Menurut dia, kasus tersebut sudah diserahkan pada Kepolisian Wilayah Kota Besar (Polwiltabes) Semarang dan saat ini tengah diselidiki sejauh mana keterlibatan para pelaku dan kemungkinan keterlibatannya dalam sebuah sindikat. "Berdasarkan pengembangan keterangan dari para pelaku, setidaknya ada sekitar 20-25 peserta yang terlibat dan kami juga sudah mengantongi identitas mereka," kata Supriadi yang juga Pembantu Rektor Universitas Negeri Semarang itu.

Namun, kata dia, pihaknya belum berani menyimpulkan secara pasti keterlibatan puluhan peserta SNMPTN itu, sebab kasus itu masih dalam penyelidikan pihak kepolisian. "Yang jelas, kami sudah mengantongi identitas mereka dan sudah kami laporkan ke panitia SNMPTN pusat. keputusan selanjutnya bukan wewenang panitia lokal, tetapi ada di tangan pusat," katanya. Ia mengatakan kemungkinan besar para peserta yang diduga terlibat tersebut akan didiskualifikasi dari SNMPTN, jika memang terbukti melakukan kecurangan saat penyelenggaraan ujian. "Nantinya, kami juga diundang dalam rapat pleno panitia SNMPTN untuk membahas evaluasi penyelenggaraan SNMPTN, keputusan pastinya tunggu tanggal 17 Juli 2010 saat pengumuman hasil SNMPTN," katanya. Ditanya indikator kelulusan siswa dalam SNMPTN, ia mengatakan hasil penyelenggaraan seluruh materi yang diujikan akan diakumulasi, kalau tidak ikut salah satu materi, peluang lulus tentu tipis. "Apabila ada peserta yang tidak ikut ujian salah satu materi yang diujikan saja, peluang untuk lulus menjadi lebih berat, apalagi jika peserta terbukti melakukan kecurangan," kata Supriadi.

Sebelumnya diwartakan, Panitia Lokal 42 SNMPTN Semarang pada Rabu (16/6) menemukan satu peserta dari Kalimantan Barat yang melakukan kecurangan dengan menyembunyikan ponsel di balik pakaiannya. Namun, saat itu panitia tidak mengamankan pelaku dan hanya mengamankan barang bukti berupa ponsel yang dilengkapi "headset" untuk keperluan pendalaman tindak kecurangan tersebut. Kejadian itu terulang pada hari kedua (17/6) SNMPTN dengan pelaku berjumlah dua orang, masing-masing dari Indramayu dan Kediri yang langsung diamankan, beserta barang bukti sebelum akhirnya diserahkan pada kepolisian. "Jenis ponsel dan nomor telepon yang tertera di balik ponsel yang diamankan dari tiga pelaku sama, demikian juga dengan modus yang digunakan, karena itu diduga kuat mereka terlibat dalam sebuah sindikat;" kata Supriadi.(*)(Ant/R009)

Sumber: Antara

Saturday, June 12, 2010

Guru Bahasa Inggris; Miskin Ide? Tengoklah Kedua Situs Ini...

Apakah Anda seorang guru Bahasa Inggris yang akan mengajar, tetapi belum menemukan ide dan contoh-contoh kegiatan yang bisa Anda gunakan di kelas? Dua situs berikut ini mungkin bisa memberikan solusi. Pada zaman melek internet seperti saat ini, akses terhadap materi pengajaran Bahasa Inggris menjadi sangat luas. Alhasil, semua orang dapat belajar apa pun, kapan pun, dan di mana pun, termasuk melalui dua situs berikut ini:

How To Teach English atau h2te

Situs h2te.depdiknas.go.id/ merupakan salah satu model baru tentang cara terkini belajar dan membelajarkan para siswa yang dikhususkan bagi para guru Bahasa Inggris. Model pembelajaran ini dikembangkan atas kerja sama British Council (BC) dengan Pusat Teknologi dan Komputer (Pustekkom) Kementerian Pendidikan Nasional RI. Beberapa manfaat yang akan Anda dapatkan di sini, antara lain:

· Lesson plans yang telah disesuaikan dengan kurikulum pengajaran Bahasa Inggris di seluruh Indonesia mulai tingkat SD sampai SMA/SMK.

· Video yang merupakan koleksi video guru-guru di beberapa negara Asia yang memberikan inspirasi tentang classsroom management, teacher-student interaction, speaking activities, dan interactive games.

· News yang akan memberikan bermacam informasi terbaru di dunia pengajaran Bahasa Inggris, pelatihan, bahkan konferensi-konferensi yang bisa diikuti oleh para guru.

· Articles, yaitu kumpulan naskah artikel berisi tema-tema metodologi pengajaran Bahasa Inggris.

· Link, yang merupakan tautan ke berbagai sumber english language teaching (ELT) yang tentu Anda butuhkan.


Teaching English

Tak ubahnya How To Teach English atau h2te, situs www.teachingenglish.org.uk ini memuat banyak konten pembelajaran menarik. Beberapa manfaat yang bisa didapatkan dari situs hasil kerja sama British Council (BC) dan BBC ini antara lain:

· Koleksi bahan pengajaran seperti lesson plan dan worksheet dari BC, BBC, dan lembaga-lembaga lainnya di Inggris.

· Koleksi-koleksi artikel tentang bermacam metodologi mengajar, wacana ELT, dan tips mengelola kelas.

· Forum diskusi yang bisa diiiktui oleh para guru Bahasa Inggris dari seluruh penjuru dunia.

· Berita dan informasi terkait pengembangan karier, pelatihan, dan seminar juga bisa menjadi bekal wawasan baru untuk Anda.

Sumber: Kompas.com

Friday, June 11, 2010

Beasiswa Luar Negeri; Dibuka, 350 Beasiswa ADS ke Australia!

Beasiswa Pembangunan Australia atau Australian Development Scholarships (ADS) kembali menawarkan kesempatan bagi para pelajar Indonesia untuk studi tingkat pascasarjana di Australia. Seperti tahun sebelumnya, ADS pada tahun ajaran 2010/2011 ini menyediakan sebanyak 350 beasiswa. Kandidat harus memilih bidang studi yang tersedia di antara salah satu dari empat area prioritas pembangunan. Di Indonesia, program beasiswa ADS tersedia di dalam tiga kategori, yaitu sektor "Public", "Open", dan "Targeted". Pelamar kategori "Public" adalah pegawai di departemen-departemen pemerintah, universitas negeri, serta BUMN, termasuk pegawai non-PNS. Lamaran harus terlebih dahulu disetujui oleh divisi pelatihan atau Biro Kerjasama Luar Negeri (BKLN) yang terdapat pada tingkat daerah maupun nasional di dalam institusi pelamar sebelum diserahkan. Pelamar kategori "Open" adalah mereka yang bekerja di institusi swasta, termasuk institusi pendidikan swasta, yang dapat melamar secara bebas untuk beasiswa dari kategori ini. Selain terdapat beberapa kriteria seleksi dan persyaratan yang mungkin diberlakukan, pada sektor ini pelamar tidak memerlukan persetujuan dari pemerintah terlebih dahulu.

Pegawai negeri sipil tidak dapat melamar di kategori "Open". Beasiswa disediakan untuk program studi master dan doktor secara penuh waktu di berbagai institusi perguruan tinggi di Australia. Program beasiswa ini menyediakan program persiapan bahasa dan akademik yang dapat mencapai waktu sembilan bulan. Pelamar perempuan dan kandidat yang berasal dari provinsi-provinsi yang menjadi fokus perencanaan strategis AusAID sangat diprioritaskan. Sementara itu, pelamar pada kategori "Targeted" adalah mereka yang bekerja di lembaga-lembaga terkait dengan program-program AusAID atau kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan AusAID, termasuk organisasi pemerintah, BUMN, LSM, organisasi masyarakat (ormas), dan institusi perguruan tinggi milik pemerintah maupun swasta yang berperan penting dalam menyediakan kebutuhan pelatihan bagi lembaga-lembaga tersebut. Pelamar yang memenuhi syarat akan dinominasikan dengan bantuan konsultan SDM dari kantor ADS yang bekerja sama dengan lembaga-lembaga target tersebut. Nominasi pelamar wajib difasilitasi oleh Australian Team Leader (ATL) atau perwakilan lain yang ditunjuk di dalam sebuah kegiatan AusAID. Selengkapnya mengenai informasi pendaftaran, syarat, dan skema beasiswa bisa dilihat dan diunduh di situs Australia Development Scholarships ini. Batas pengiriman aplikasi sampai 27 Agustus 2010 mendatang.

Sumber: Kompas

Thursday, June 10, 2010

Jangan Paksa Anak Belajar Terus, Bisa Stres

Ketua Komnas Perlindungan Anak, Seto Mulyadi, mengingatkan seluruh orangtua untuk tidak memaksa anaknya terus belajar dan kehilangan kesempatan bermain bagi anak bisa memicu ia mudah stres. "Tanda-tandanya, anak-anak menjadi nggak suka makan atau bahkan berperilaku menyimpang seperti merokok," kata pemerhati anak yang akrab dipanggil Kak Seto itu di Surabaya, Rabu. Sebagai bentuk perhatian terhadap anak, kata Kak Seto, pada Hari Anak Internasional setiap tanggal 1 Juni perlu disikapi dengan tekad untuk menyediakan taman bermain di mana-mana. "Saya setuju kalau mahasiswa merancang playhouse yang bisa dipindahkan dengan sistem bongkar pasang, dan cocok untuk gang yang sempit di kampung-kampung. Masyarakat menengah ke bawah membutuhkan tempat bermain yang tidak mahal," paparnya. Di Jepang atau Korea, ungkapnya, kantor-kantor sudah menyediakan tempat bermain bagi anak-anak yang mengikuti orangtua bekerja. "Pemenuhan hak bermain itu bagus, karena anak-anak akan lebih bahagia, lebih kreatif, dan saat dewasa kelak tidak akan mempermainkan rakyat," tandasnya. Ia mengaku anak-anak sebenarnya membutuhkan lapangan rumput yang lebih luas, tapi taman bermain seadanya juga cukup dibandingkan dengan tidak ada sama sekali. "Masalahnya, ada taman bermain yang masih membahayakan anak-anak, seperti ada besi yang tajam, cat yang beracun, dan tempatnya tidak bersih," kilahnya. Di sela waktunya menjadi juri lomba desain ruang bermain anak di Universitas Kristen Petra (UKP) Surabaya (12/4/2010), Kak Seto juga mengingatkan semua orangtua bahwa hak bermain bagi anak penting untuk menumbuhkan kreatifitas moral atau budaya dalam mengendalikan emosi lebih positif. (T.E011/D009/S026)

Sumber: antara

Guru Didistribusi Ulang

Pemerintah akhir Juni ini akan mengeluarkan surat keputusan bersama atau SKB yang akan ditandatangani sejumlah menteri untuk meredistribusikan guru. Guru-guru tersebut akan didistribusikan dari suatu daerah ke daerah lain yang kekurangan guru. Surat keputusan bersama itu akan ditandatangani Menteri Pendidikan Nasional Muhammad Nuh, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi EE Mangindaan, Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi, serta Menteri Agama Suryadharma Ali. Mohammad Nuh menyatakan hal itu, saat ditanya pers, mengenai hasil rapat mengenai komite pendidikan yang dipimpin Wakil Presiden Boediono di Istana Wapres, Jakarta, Rabu (9/6) petang. Rapat dihadiri antara lain oleh Menko Kesejehtaraan Rakyat Agung Laksono, Menteri Agama Suryadharma Ali dan Menteri Keuangan Agus Martowardojo. ”Meskipun secara nasional, kebutuhannya cukup. Namun, yang terjadi memang ada daerah yang kelebihan guru dan di daerah lainnya, terutama daerah terpencil, justru mengalami ketimpangan guru,” tandas Nuh. Nuh mencontohkan, jumlah guru seluruhnya mencapai 2,6 juta orang. Namun, di daerah terpencil, justru terjadi defisit sampai 50-60 persen jumlah guru. ”Padahal, di tingkat nasional ada kelebihan sampai 55 persen guru. Ini artinya secara nasional kita kelebihan guru,” ujarnya. Akan tetapi, di tingkat provinsi, terjadi kekurangan guru sampai 21 persen dan ada provinsi lain yang kelebihan 68 persen. Ini berarti masih terjadi surplus guru. ”Di pedesaan terjadi kekurangan 37 persen dan ada desa lain yang kelebihan 52 persen guru. Sebaliknya, di daerah terpencil, hanya tersedia 17 persen guru dan daerah lain kekurangan sampai 66 persen guru,” jelas Nuh. Dikatakan Nuh, untuk mengatasi persoalan tersebut perlu dilakukan terobosan. Salah satu terobosan yang akan ditempuh, antara lain, adalah tidak ada pengangkatan guru baru di daerah yang kelebihan guru. ”Justru guru di daerah yang surplus akan didistribusikan ulang,” kata Nuh. Ditanya, apakah nantinya tetap akan ada pengangkatan guru baru, Nuh menjawab, ”Tetap saja ada pengangkatan guru baru untuk daerah tertentu. Akan tetapi, harus benar-benar selektif.”

Otonomi jadi kendala

Di tempat yang sama, Juru Bicara Wapres Yopie Hidayat menyatakan, kendala untuk redistribusi guru adalah adanya otonomi daerah. ”Meskipun menterinya setuju adanya mutasi, kewenangan memindahkan guru ada di tangan bupati. Hambatan lain, belum tentu gurunya juga mau dipindahkan. Oleh karena itu, solusi ini masih akan dibicarakan lebih lanjut lagi,” kata Yopie. Sementara Agus Martowardojo mengatakan, alokasi anggaran pendidikan di APBN Perubahan 2010 dibandingkan dengan APBN 2010 meningkat sampai Rp 15 triliun. Padahal, sebagian besar alokasi anggaran tersebut digunakan untuk membayar gaji dan tunjangan guru. ”Karena adanya ketimpangan jumlah guru antara satu daerah dan daerah lain, kami harus mencari solusi bagaimana memaksimalkan dana tersebut sehingga pemanfaatannya merata secara nasional,” ujar Agus. (har)

Sumber: Kompas

Wednesday, June 2, 2010

Supaya Anak Tak Stres Saat Ujian

Berbagai persiapan dilakukan para murid saat akan menghadapi ujian kenaikan kelas. Tidak sedikit anak stres jika menghadapi ulangan, tes, atau ujian di sekolah. Supaya anak tak mengalami stres berlebihan, peran orang tua sangat dibutuhkan . Anak akan makin stres jika orang tua memberikan target tertentu yang di luar batas kemampuan sang buah hati. Stres merupakan kondisi psikis yang disebabkan berbagai perasaan negatif terhadap suatu seperti rasa takut, khawatir, cemas, tertekan, serta tak aman. Di sinilah peran orang tua sangat dibutuhkan. Sebaiknya orang tua duduk bersama anak serta menemaninya belajar. Langkah ini diyakini bisa meningkatkan kepercayaan dirinya anak saat ujian. Tak hanya menemani, orang tua juga harus bisa memotivasi si buah hati. Orang tua juga diharapkan mampu menularkan pikiran positif dan menjauhi pikiran negatif yang membuatnya menjadi lebih stres. Tanamkan pada anak untuk tidak pernah memikirkan tentang kegagalan. Sebab jika berpikir gagal, maka beban akan seperti berat sekali. Anak juga jangan terus-terusan untuk belajar tanpa diberi kesempatan untuk bermain. Sebaiknya orangtua mampu mengatur jadwal antara bermain dan belajar anak. Jangan lupakan pula untuk selalu mendengarkan apa yang diinginkan dan diharapkan oleh anaknya. Psikolog, Eli Risman, mengungkapkan peran orang tua sangat besar dalam membentuk tingkat stres anak. Oleh karena itu, orang tua diharapkan tidak memaksakan keinginan mereka ke anak-anaknya. Alhasil anak diporsir untuk belajar tanpa menimkati masa anak-anaknya. Sementara untuk menghilangkan deg-degan saat akan ujian, Eli Risman menyarankan agar anak-anak menarik napas panjang sebelum masuk ruangan. Cara ini diyakini bisa menghilangkan rasa kurang percaya diri dan stres yang bisa mengganggu dalam mengerjakan ujian. Dengan mengikuti tips tersebut di atas, orangtua bisa membantu anak dalam menghadapi ujian dengan baik. Anak juga akan merasa lebih tenang jika mendapat dukungan dari orangtuanya. Jangan sampai stres yang berlebihan membuat anak gagal dalam menghadapi ujian.(JUM)

Sumber: Liputan6.com

Followers