SELAMAT DATANG DI ALUMNI SMPN 1 KEDUNGADEM

Friday, April 9, 2010

BHMN PR Selanjutnya

Dianulirnya UU BHP oleh mahkamah konstitusi (MK) menerbitkan kembali harapan untuk perbaikan undang-undang lain. Di antaranya peraturan mengenai status BHMN yang saat ini berlaku di lima PTN di Indonesia dan UU Sisdiknas tahun 2003. UGM sebagai salah satu PTN BHMN mendapat sorotan. PTN BHMN dinilai sebagai prototype BHP. Dengan dianulirnya UU BHP, status UGM kembali digugat. Pengamat pendidikan dan penulis Eko Prasetyo berpendapat UGM akan semakin arogan dengan sistem BHMN. Dalam diskusi Matinya UU BHP di Plaza Fisipol UGM kemarin (6/4), Eko mengaku prihatin dengan UGM. "Di tengah-tengah gegap gempita semua kalangan menyambut tumbangnya UU BHP, UGM dengan bangganya tetap berpegang teguh menjadi BHMN. Tidak ada komentar mendukung UU BHP," paparnya. Dianulirnya UU BHP oleh MK disebut Eko sebagai kemenangan kecil. Namun, perjuangan menghilangkan liberalisme dan kapitalisme dari dunia pendidikan belum selesai. BHMN dan UU Sisdiknas tahun 2003 adalah PR yang lebih besar, yang harus diperjuangkan oleh semua kalangan. "Kalau UGM mengaku sebagai kampus kerakyatan harus berada di garis depan. Kampus ini adalah tempat menciptakan pemikira dan pekerja kemanusiaan, bukan sarjana-sarjana produk kapitalisme dan liberalisme. BHMN dan UU Sisdiknas harus diperjuangkan agar nasibnya sama seperti UU BHP," tegasnya.

Selain Eko, diskusi sore itu juga menghadirkan Ketua Senat Akademik UGM Prof. Sutaryo. Sutaryo yang juga ketua Pusat Studi Pancasila menegaskan aturan pendidikan di Indonesia memang harus ditinjau ulang. UGM sebagai salah satu universitas besar harus juga turut terlibat di dalamnya. "Kalau kita menengok kembali filosofi pendirian kampus ini, kita akan paham bahwa kampus ini harus selalu berpikir dengan pola pikir kerakyatan. Kalau ada masalah seperti BHP dan kapitalisme dalam dunia pendidikan, UGM tidak boleh diam," terangnya. UU BHP sendiri, ujar Taryo, sangat diskriminatif terhadap peserta didik. Siswa yang kaya dan pintar boleh menempuh pendidikan di tempat terbaik. Begitu pula dengan siswa kaya yang tidak pintar. Siswa pintar yang miskin juga bisa bergabung, meski dengan usaha yang lebih keras. "UU BHP memang mengamanatkan beasiswa harus diberikan kepada siswa yang tidak mampu. Tapi siswa yang pintar. Sementara ada lebih banyak lagi siswa tidak mampu yang biasa saja. Yang ini lantas mau dikemanakan?" ungkapnya. Senada dengan Eko, Taryo juga menegaskan pentingnya pengawalan dari semua kalangan dalam advokasi-advokasi selanjutnya. "Kami dari pusat studi pancasila mendukung adanya perombakan dalam system pendidikan Indonesia. Pendidikan adalah public goods, itu yang harus sama-sama kita perjuangkan," paparnya.

Kepada mahasiswa, Taryo berpesan untuk terus waspada dan tanggap isu. Masa-masa setelah UU BHP bisa rawan dipolitisasi. "Jangan-jangan kebijakan selanjutnya yang dikeluarkan adalah kebijakan yang dikeluarkan dengan jurus mabuk. Malah semakin tidak karuan dan tidak jelas arahnya. Kita repot-repot protes BHP, ternyata kebijakan selanjutnya lebih komersil lagi," ungkapnya. Presiden mahasiswa UGM Aza El Munadiyin mengatakan BEM KM UGM akan terus menuntut penghapusan BHMN dari PTN. "BHMN adalah prototype dari UU BHP. UU BHP sudah dianulir, jadi BHMN juga seharusnya dihapuskan," paparnya. BHMN dinilai tidak sesuai diberlakukan di perguruan tinggi Indonesia karena membebani mahasiswa dengan biaya yang mahal. BHMN juga menjadikan berbagai sarana dan fasilitas dikenakan biaya dan bisa diakses siapa saja yang memiliki dana. "Bahkan mahasiswa mungkin saja dikenakan biaya kalau mau memakai fasilitas milik kampus. BHMN juga tidak selalu diikuti transparansi dan akuntabilitas public. Jadi tidak ada alasan kita harus terus membenarkan BHMN," tuturnya.
Sumber: Radar Jogja

No comments:

Post a Comment

Followers