SELAMAT DATANG DI ALUMNI SMPN 1 KEDUNGADEM

Sunday, July 25, 2010

SMK 1 Cimahi Ciptakan 'Software' Edukasi

JAKARTA, KOMPAS.com — Lima siswa SMK Negeri I Cimahi, Jawa Barat, berhasil menciptakan software berisi konten-konten pendidikan yang bisa diakses bukan hanya dari desktop, melainkan juga secara mobile. Software ini didapuk sebagai satu dari lima karya kontestan nominator kategori pelajar di Inaicta 2010.

Software yang diberi nama "Siedun", atau kepanjangan dari Sistem Edukasi Nasional, itu berisikan konten-konten pendidikan mulai materi pelajaran, chatting dengan pengajar, hingga soal-soal ujian yang bisa dikerjakan secara online.

"Siedun ini software edukasi yang ingin kita terapkan ke versi mobile maupun website. Jadi, murid bisa mengakses materi pelajaran atau ujian di mana pun dia mau," kata M Saepul selaku Java Developer Siedun kepada Kompas.com, di Gelaran Inaicta 2010, JCC Senayan, Jakarta, Jumat (23/7/2010).

Saepul merupakan salah satu dari lima orang pengembang software Siedun. Selain dia, ada Kevin R Oktavian, Ade Hermawan, Yudhi Guntara, dan Darin Harly S. Kelimanya merupakan siswa tingkat empat di SMK Negeri 1 Cimahi. Saepul mengatakan, Siedun mampu menampung berbagai materi pelajaran sesuai kenginan guru ataupun penyelenggara pendidikan.

"Ide awalnya kita ingin buat sesuatu tentang konten edukasi. Kita ingin berbagi resource materi pelajaran, tapi juga harus ada versi mobile-nya supaya bisa diakses di mana saja," katanya.

Namun, meski masih dalam tahap pengembangan, Saepul optimistis Siedun bisa dikembangkan secara maksimal menjadi lebih fungsional. "Pengembangannya tinggal tergantung kepada pemakainya. Bisa diisi materi-materi yang sesuai kebutuhan murid-murid," kata siswa jurusan Rekayasa Perangkat Lunak ini.

Nantinya, dalam pengembangan lanjutan, Siedun bahkan bisa terhubung dengan situs-situs jejaring sosial macam Facebook. "Kalau yang paling sulit itu sebenarnya di konsep, karena gimana caranya supaya enak dibaca, supaya bisa upload secara mobile, dan enggak cuma familiar buat murid, tapi juga buat guru," tutur remaja berkacamata ini.

Di ajang Inaicta 2010, ia berharap software kreasinya ini bisa dimanfaatkan seluas-luasnya untuk pengembangan pendidikan anak-anak Indonesia. Menurutnya, Siedun bisa dikembangkan untuk sistem nasional ataupun untuk versi internal yang dapat digunakan untuk masing-masing sekolah.

"Kami ingin supaya bisa dikembangin lebih sempurna lagi dan bisa digunakan di masyarakat secara luas. Kalau semua siswa bisa pakai Siedun, kan makin banyak yang mau belajar," harap Saepul.


Sumber : kompas.com

Thursday, July 22, 2010

Akreditasi Dorong Peningkatan Mutu Pendidikan

Jakarta -- Ketua Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah (BAN S/M), Umaedi mengatakan, pada 2007-2009 lembaganya telah mengakreditasi 193.365 satuan akreditasi. Pemerinciannya, 20.299 taman kanak-kanak, 4.045 raudhatul atfal (RA); 65.871 sekolah dasar, 5.652 madrasah ibtidaiyah, 10.873 SMP, 3.694 Madrasah Tsanawiyah, 5.081 SMA dan 1.820 Madrasah Aliah. Lalu, 8.034 program keahlian dan sekolah luar biasa, serta 629 program pendidikan/ketunaan.

Akreditasi ini mengacu pada 8 standar nasional pendidikan (SNP) yakni standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar tenaga pendidik, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan dan standar penilaian pendidikan.

Adapun kriteria sekolah/madrasah yang dinyatakan terakreditasi setelah memenuhi persyaratan. Persyaratan tersebut yakni memperoleh nilai skreditasi sekurang-kurangnya 56, tidak lebih dari dua nilai komponen akreditasi skala ratusan kurang dari 56, dan tidak ada nilai komponen akreditasi skala ratusan kurang dari 40.

Dalam pemeringkatan hasil akreditasi sekolah/madrasah dapat dilakukan yakni untuk peringkat akreditasi A (sangat baik), jika memperoleh nilai akhir (NA) sebesar 86 sampai dengan 100 atau 86?NA?100; untuk peringkat akreditasi B (baik), jika memperoleh nilai akhir (NA) akreditasi sebesar 71 sampai dengan 85 atau 71?NA?85; sedangkan untuk peringkat akreditasi C (cukup baik), jika memperoleh nilai akhir (NA) akreditasi sebesar 56 sampai dengan 70 atau 56?NA?70.

"Gunanya akreditasi adalah mendorong peningkatan mutu pendidikan, karena ini merupakan potret kelayakan sebuah program atau sistem pendidikan sesuai dengan standar yang kita tetapkan," kata Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan), Kementerian Pendidikan Nasional (Kemdiknas), Mansyur Ramli, saat membuka Seminar Hasil Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah pada 13 Juli, di Hotel Santika, Jakarta. Seminar berlangsung selama dua hari. (nasrul)

Sumber : http://www.kemdiknas.go.id

Presiden Besok Canangkan Gerakan Nasional Sayang Anak

Jakarta --- Presiden Susilo Bambang Yudhoyono beserta Ibu Ani Yudhoyono, Menteri Pendidikan Nasional Mohammad Nuh dan Para Meteri Kabinet Indonesia Bersatu II, besok (Jumat, 23 Juli) akan menghadiri peringatan Hari Anak Nasional, di Sasono Langen Budoyo, TMII. Presiden akan mencanangkan Gerakan Nasional Indonesia Sayang Anak.

Menurut Ketua Umum Panitia HAN, Hamid Muhammad, pencanangan gerakan tersebut untuk meningkatkan kesadaran orang tua secara nasional, tentang pentingnya mempersiapkan sebaik-baiknya masa depan anak dengan memberikan pendidikan, pengasuhan, perlindungan, perawatan kesehatan dan pemenuhan gizi anak.

"Dengan layanan secara memadai dan proporsional, diharapkan dapat memunculkan generasi baru yang cerdas, jujur, santun, berakhlak mulia, beretos kerja tinggi, mampu berkompetisi serta sehat jasmani dan rohani," kata Hamid Muhammad.

Adapun makna sayang anak adalah menghilangkan dan menghentikan berbagai bentuk kekerasan, dan diskriminasi terhadap anak. Hamid yang juga Direktur Jenderal Pendidikan Non Formal dan Informal ini, berharap tindakan orang tua yang cenderung otoriter, memukul, mengancam, membatasi kreativitas dan kebebasan konstruksi anak dengan dalih sayang kepada anak, tidak terjadi lagi.

Dalam acara puncak Hari Anak Nasional itu, selain pencanangan gerakan, juga akan diberikan penghargaan kepada anak-anak yang berprestasi, masyarakat/tokoh yang peduli terhadap anak, lembaga pendidikan anak usia dini dan mitra PAUD berprestasi. Juga ada deklarasi Suara Anak Indonesia sebagai hasil dari Kongres Anak Indonesia, yang dilaksanakan pada 21 Juli di Bangka Belitung. Ada pula atraksi melukis massal oleh 6.600 anak di sekitar miniatur Pulau Nusantara Taman Mini Indonesia Indah. Atraksi melukis ini akan masuk dalam Museum Rekor Indonesia (MURI). (SET)

Sumber : http://www.kemdiknas.go.id

Thursday, July 8, 2010

Daya Tampung PTN Tak Pengaruhi PTS

Medan (ANTARA News) - Pengamat pendidikan dan ekomoni Universitas Sumatera Utara, Jhon Tafbu Ritonga, mengatakan, daya tampung Perguruan Tinggi Negeri tidak mempengaruhi daya tampung Perguruan Tinggi Swasta. Lebih lanjut Dekan Fakultas Ekonomi USU ini mengatakan, jika melihat dari pengalaman, daya tampung PTN tidak mengakibatkan mahasiswa PTS makin sedikit. Sebagai salah satu bukti, minat masyarakat masuk Fakultas Ekonomi USU yang makin meningkat justru makin tidak bisa terpenuhi karena kuota sudah penuh. Ini ditandai oleh ketatnya pesaingan masuk FE USU yang pada 2006 rata-rata masih 10,8 dan tahun 2009 menjadi 27,0. Artinya tahun 2006 tiap satu kursi di FE USU diperebutkan sebelas orang dan tahun 2009 menjadi 27 orang. Tahun 2006 yangg dapat diterima hanya sembilan persen dari keseluruhan pendaftar dan tahun 2009 turun menjadi empat 4 persen. "Dengan kondisi daya tampung USU seperti itu, seyogyanya jumlah mahasiswa PTS terus meningkat karena yang tidak tertampung di FE USU saja saja bertambah dari 10 orang menjadi 26 orang," katanya. Ia mengatakan, peningkatan minat masyarakat masuk PTN tidak terlepas dari upaya PTN yang terus memperbaiki diri, baik sarana dan prasarana maupun kualitas pengajarnya sendiri.(*)

Sumber: Antara, Selasa, 6 Juli 2010

Sunday, July 4, 2010

Pengamat: LKS Batasi Kreativitas Guru

Pengamat pendidikan dari Universitas Negeri Semarang Prof Mungin Eddy Wibowo menilai bahwa pembelajaran menggunakan lembar kerja siswa (LKS) justru membatasi kreativitas guru. "Dalam lembar kerja siswa (LKS) berisi soal-soal yang harus dikerjakan siswa, hal itu justru membatasi kreativitas guru karena mereka tidak bisa mengembangkan materi secara luas," katanya, di Semarang, Senin. Menurut dia, para guru memang diharuskan menyelenggarakan kegiatan pembelajaran dengan mengacu pada buku-buku pelajaran yang sudah diseleksi oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Mungin yang juga anggota BSNP itu mengatakan, buku-buku pelajaran itu hanya untuk acuan materi yang diajarkan, tetapi terkait soal seharusnya dibuat sendiri oleh setiap guru yang bersangkutan. "Para guru bisa membuat soal dengan mengacu buku-buku pelajaran, silabus, dan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang tentunya sudah disesuaikan dengan kurikulum yang ditetapkan," katanya. Pembelajaran semacam itu, kata dia, diyakini dapat memperluas kreativitas guru, karena mereka dapat mengembangkan soal berdasarkan materi yang ada, bukan semata-mata didapatkan dari LKS. "Lembar kerja siswa sifatnya terpola dan soalnya sudah ditentukan, apalagi jika ternyata LKS yang digunakan tidak sesuai dengan kurikulum yang ditetapkan tentunya akan merugikan," katanya. Ia mencontohkan ada siswa yang mengeluh bahwa materi soal-soal ujian nasional (UN) ternyata tidak sesuai dengan apa yang mereka pelajari dan diperoleh di sekolah selama mereka menempuh pendidikan. "Hal tersebut bisa dimungkinkan siswa hanya diberikan tugas untuk mengerjakan soal-soal yang terdapat dalam LKS, dan LKS itu ternyata tidak mengacu pada materi atau kurikulum yang ada," katanya.

Oleh karena itu, kata dia, para guru diharapkan tidak semata-mata mengandalkan LKS sebagai upaya untuk mengevaluasi pembelajaran, namun tetap mengandalkan kreativitas dan kemampuan yang dimilikinya. "Kami hanya bertugas untuk menyeleksi buku-buku pelajaran yang akan digunakan sekolah, kalau untuk LKS bukan wewenang BSNP untuk menyeleksinya," kata Mungin yang juga mantan Ketua BSNP tersebut. Menurut dia, BSNP menyeleksi setiap buku pelajaran berdasarkan pertimbangan kelayakan isi, penyajian, kebahasaan, dan grafik. Hal tersebut untuk mengantisipasi beredarnya buku pelajaran yang tidak sesuai. Ditanya tentang jumlah buku pelajaran yang telah diseleksi BSNP, ia mengaku jumlahnya sangat banyak, karena setiap mata pelajaran untuk setiap jenjang pendidikan berjumlah lebih dari satu buku. "Misalnya, mata pelajaran matematika untuk kelas I SD, ada lebih dari satu jenis buku dengan pengarang dan penerbit yang berbeda, demikian juga dengan buku-buku pelajaran untuk jenjang lain," kata Mungin.(KR-ZLS/M008/S026)

Sumber: Antara

Friday, July 2, 2010

China; Cara Curang Siswa Raih Bangku Kuliah

Masuk universitas adalah dambaan para pelajar. Sayangnya, persaingan ketat membuat mereka melakukan berbagai macam cara, baik halal maupun tidak halal. Para pelajar di China harus membayar sejumlah besar uang agar mendapatkan sertifikat kungfu. Beberapa siswa di Provinsi Hunan membayar sekitar Rp 27,5 juta untuk les kungfu dengan jaminan bisa mendapatkan poin tambahan. ”Pada tahun pertama saya di SMA, kepala sekolah bertanya apakah saya ingin ikut les kungfu. Siswa yang les akan mendapatkan tambahan 20 poin untuk masuk universitas,” ujar salah seorang siswa. Ujian nasional masuk universitas di China sangat ketat. Tahun ini saja ada 10 juta siswa SMA yang bersaing mendapatkan bangku di universitas. Seperti di negara lain, masuk universitas dapat berarti langkah untuk naik kelas sosial. Siswa dengan kecakapan khusus di bidang olahraga atau musik dapat memperoleh poin tambahan saat ujian masuk. Mereka lebih mudah masuk universitas dambaan mereka. Sekitar 30 siswa berlaku curang ketika mengikuti lomba maraton di Xiamen tahun ini. Demi memenangi lomba dan mendapatkan poin, mereka naik kendaraan umum atau menyewa pelari cepat. Polisi juga menangkap enam orang yang dicurigai menjual alat pemancar penerima dan earphone kepada para siswa yang sedang ikut ujian nasional. Kasus ini dipercaya telah menyebabkan tiga siswa bunuh diri tahun lalu. (AFP/Joe)

Sumber: kompas.com,02-07-2010

Thursday, July 1, 2010

Amandemen UU Sisdiknas; Visi Pendidikan Harus Diperkuat

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional harus segera direvisi karena beberapa pasalnya dinilai bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945. Di sisi lain, undang-undang tersebut juga tidak sesuai dengan semangat mencerdaskan bangsa. Demikian salah satu pokok persoalan yang mengemuka dalam Seminar Nasional Redinamisasi dan Revitalisasi Penyelenggaraan Pendidikan Swasta Pasca-Pembatalan Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan. Seminar tersebut berlangsung di Jakarta, Selasa (29/6), dan diselenggarakan Asosiasi Badan Penyelenggara Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (Asosiasi BP PTSI). Ketua Umum Asosiasi BP PTSI Thomas Suyatno mengatakan, pasal-pasal yang harus diamandemen, antara lain, yang menyangkut soal pembiayaan pendidikan, tanggung jawab pemerintah dalam pendidikan, dan soal akreditasi pendidikan. ”Dalam soal pembiayaan pendidikan dasar, misalnya, harusnya pemerintah lebih berperan besar,” kata Thomas Suyatno. Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD dalam seminar tersebut mengatakan, masyarakat silakan mengadukan ke Mahkamah Konstitusi jika ada peraturan perundangan-undangan apa pun yang dinilai bertentangan dengan konstitusi.

Tidak ”legowo”

Dalam seminar tersebut juga terungkap, pemerintah terkesan tidak legowo atau berlapang dada dengan dibatalkannya Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan (BHP) oleh Mahkamah Konstitusi pada 31 Maret 2010. Hal itu, antara lain, terkesan dengan disusunnya rancangan atau draf Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan. Perppu tersebut hingga kini tidak dibahas karena mengandung beberapa kelemahan. Selain itu, rancangan Perppu yang sudah bocor ke masyarakat juga dikhawatirkan bakal menimbulkan banyak penolakan. Pemerintah kemudian menyusun Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan. Thomas mengatakan, BP PTSI pada prinsipnya akan menolak jika penyelenggaraan pendidikan diseragamkan. ”Biarkan pendidikan berkembang sesuai dengan potensi dan kondisi masyarakat,” kata Thomas Suyatno. BP PTSI juga akan menolak perundang-undangan pendidikan yang etatisme atau semuanya serba negara, serta peraturan yang menghilangkan sejarah keberadaan yayasan. ”Perguruan Taman Siswa, Muhamaddiyah, dan penyelenggaraan pendidikan lainnya yang berupaya mencerdaskan bangsa sudah ada sebelum Indonesia Merdeka. Semestinya, keberadaan mereka dihargai,” kata Thomas Suyatno.

Visi pendidikan

Mantan Menteri Pendidikan Nasional Daoed Joesoef mengatakan, perlu visi pendidikan yang jelas untuk membangun bangsa ini. Saat ini terkesan pemerintah tidak mempunyai visi pendidikan dan lebih parah lagi mengidentikkan pendidikan (education) dengan persekolahan (schooling) sehingga terjadi berbagai kerancuan kebijakan. Praktisi pendidikan Dharmaningtyas mengatakan, setelah dibatalkannya UU BHP, pemerintah merasa seperti wayang kehilangan penopang atau wayang kelangan gapite. Karena semula UU BHP itu diharapkan dapat menjadi landasan hukum yang kuat untuk melakukan privatisasi pendidikan, terutama bagi Perguraun Tinggi Badan Hukum Milik Negara (PT BHMN). Selain itu, UU BHP juga menjadi landasan pelepasan tanggung jawab pendanaan pada sekolah-sekolah, terutama sekolah dan perguruan tinggi swasta. ”Barangkali karena keinginan untuk tetap menghidupkan roh UU BHP itulah yang membuat pemerintah terus berupaya mencari legitimasi demi tersusunnya perundang-undangan baru sebagai pengganti UU BHP,” ujarnya. (THY)

Sumber: Kompas, 30-06-2010

Followers